Fatwa Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah
“Dari Muhammad bin Ibrahim. Kepada yang Yang Mulia Pangeran Kholid bin
Su’ud, pimpinan Dewan Kerajaan yang terhormat. Assalamu ’ alaikum
warahmatullahi wabarakatuh, Selanjutnya :
Kami telah menerima
surat Paduka Yang Mulia (No. 36/4/5– d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta
lampirannya yang berisi permohonan kepada Raja Yang Mulia dari seorang
yang bernama Muhammad bin Abdul Hamid Al-Qodiry, Syah Muhammad Nurani,
Abdus Salam Al-Qodiry, dan Su’ud Ahmad Dahlawi tentang pengajuan
proposal bantuan untuk kegiatan perkumpulan mereka yang mereka namakan
“Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al-Islamiyyah (Jama’ah Tabligh)“,
demikian pula beberapa buah kitab kecil yang dilampirkan bersama surat
permohonan mereka. Maka kami memaparkan kepada Yang Mulia bahwa
perkumpulan ini tidak ada kebaikan di dalamnya karena merupakan
organisasi bid’ah dan kesesatan. Dengan membaca kitab-kitab kecil yang
dilampirkan bersama surat permohonan mereka, kami mendapati semua
kitab-kitab kecil itu mengandung kesesatan, bid’ah, ajakan untuk
menyembah kuburan dan kesyirikan. Semua itu merupakan perkara yang tidak
bisa didiamkan. Karenanya, kami akan bangkit -insya Allah- untuk
membantahnya sehingga bisa tersingkap kesesatannya dan terhalang
kebatilannya. Kami memohon kepada Allah agar menolong agama-Nya dan
mengangkat Kalimat-Nya. Wassalamu ’ alaikum warahmatullah”. (S-M-405,
tertanggal 29/1/1382 H ) [Lihat Al-Qoul Al-Baligh fit Tahdzir min
Jama’ah At-Tabligh (hal. 289) karya Asy- Syaikh Hamud At-Tuwaijiry
rahimahullah. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at
Al-Islamiyyah]
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir, Lc hafizhahullah:
Apa yang dinyatakan Syaikh –rahimahullah- merupakan waqi’ (realita)
yang sulit diingkari. Kita yang berada di Indonesia menjadi saksi hidup
atas ucapan beliau. [ed]
Fatwa Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan : Samahatusy Syaikh, gerakan Ikhwanul Muslimin telah
memasuki kerajaan (Saudi Arabia) sejak beberapa waktu yang lalu. Mereka
telah memiliki berbagai kegiatan di tengah-tengah para penuntut ilmu .
Bagaimana pendapatmu tentang gerakan itu? Dan seberapa jauh hubungannya
dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah?
Jawaban : “Gerakan
Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh khawas (orang-orang khusus) ahli
ilmu, karena mereka tidak memiliki kegiatan dakwah kepada tauhid (secara
hakiki) dan tidak mengingkari kesyirikan serta bid’ah-bid’ah. Mereka
memiliki cara-cara khusus yang menyebabkan kurangnya kegiatan mereka
berdakwah kepada Allah dan tidak adanya pengarahan kepada aqidah yang
benar sebagaimana seharusnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sepatutnya
bagi Ikhwanul Muslimin untuk memiliki perhatian kepada dakwah
salafiyah, yaitu dakwah kepada tauhid, pengingkaran terhadap peribadahan
kepada kuburan, bergantungnya hati kepada orang yang sudah mati,
istighatsah (meminta tolong saat tertimpa musibah) kepada penghuni
kubur, seperti kepada Husain, Hasan, Badawy dan yang semisalnya. Wajib
atas mereka memiliki perhatian terhadap perkara yang sangat mendasar
ini, karena ia adalah dasar agama ini dan ajakan pertama Nabi
–shallallahu’alaihi wa sallam- di Makkah. Beliau mengajak untuk
mengesakan Allah dan mengajak kepada makna Laa Ilaaha Illallah (tidak
ada yang berhak disembah kecuali Allah) .
Kebanyakan para Ulama
mengkritik mereka karena masalah ini, yaitu tidak adanya semangat mereka
untuk berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan ibadah kepada-Nya
serta pengingkaran kepada sesuatu yang telah diada-adakan oleh
orang-orang bodoh, seperti bergantung kepada orang-orang mati,
ber-istighatsah kepada mereka, karena hal ini adalah merupakan syirik
besar.
Demikian pula, para Ulama mengeritik mereka karena tidak
adanya perhatian mereka (secara hakiki) terhadap sunnah, ittiba’
(berteladan) kepadanya dan tidak adanya perhatian terhadap hadits yang
mulia
[20:51 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: dan manhaj
salaful ummah dalam hukum-hukum syari’at. Masih banyak lagi permasalahan
lain yang aku dengar dari saudara-saudaraku (para Ulama) yang
mengkritik mereka. Semoga Allah memberikan taufiq (hidayah) kepada
mereka, membantu mereka (untuk bertaubat) dan memperbaiki keadaan
mereka. ” [Dinukil dari Al-Majallah, (no. 806) melalui artikel Majmu’
Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Asy- Syaikh Abdul Aziz
bin Baz –rahimahullah– pernah ditanya tentang Jama’ah Tabligh. Penanya
itu berkata, Syaikh yang mulia, kami telah mendengarkan adanya Jama’ah
Tabligh dan usaha dakwah mereka. Apakah anda menyarankan kami untuk
bergabung dalam Jama’ah ini? Saya mengharapkan pengarahan dan nasehat.
Semoga Allah memperbesar balasan pahala anda”.
Beliau menjawab ,
“Setiap orang yang mengajak dan berdakwah ke jalan Allah, maka ia itu
disebut muballigh (penyampai dakwah) berdasarkan hadits [“Sampaikanlah
dariku walau sebuah ayat”]. Akan tetapi Jama’ah Tabligh yang terkenal
berasal dari India, mereka itu memiliki khurafat, beberapa macam bid’ah
dan kesyirikan. Maka tidak boleh seorang KHURUJ (keluar berdakwah)
bersama mereka, kecuali jika ia memiliki ilmu, maka dia boleh keluar
untuk mengingkari dan mengajari mereka. Adapun jika ia keluar hanya
sekedar ikut-ikutan dengan mereka, maka tidak boleh. Karena mereka itu
memiliki khurafat, kekeliruan, dan sedikit ilmunya. Akan tetapi, jika
Jama’ah Tabligh, ada orang selain dari (jama’ah) mereka yang memiliki
ilmu dan bashirah, maka ia boleh keluar bersama mereka untuk berdakwah
di Jalan Allah, atau misalnya ada orang yang memiliki ilmu dan bashirah,
ia boleh keluar bersama mereka agar bisa memberikan keterangan,
pengingkaran, pengarahan menuju kebaikan, dan pengajaran terhadap mereka
sampai mereka mau meninggalkan madzhab mereka yang batil, dan memilih
madzhab Ahlis Sunnah Wal Jama’ah”.
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir Lc, hafizhahullah:
Semoga Allah merahmati Syaikh. Andaikan mereka itu mau menerima nasihat
dan pengarahan dari para Ulama atau orang yang menasihati mereka,
sehingga bert au bat dari bid’ahnya, niscaya tidak ada masalah keluar
berdakwah bersama mereka. Hanya sayangnya realita menguatkan bahwa
mereka itu tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan
mereka, karena kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya pengikutan mereka
terhadap bid’ah mereka. Andaikan mereka itu mau menerima nasihat para
ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil, lalu
menempuh jalan Ahli Tauhid dan Sunnah. [ed]
Samahatus Syaikh
Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah– ditanya, “Semoga Allah memperbaiki
kondisi Anda. Hadits Nabi -shallallahu‘alaihi wa sallam tentang
perpecahan umat yang berbunyi: [“Umatku akan berpecah-belah menjadi 73
golongan kecuali satu”]. Apakah Jama’ah Tabligh dengan berbagai macam
kesyirikan dan bid’ah yang mereka kerjakan, dan Jama’ah Al-Ikhwanul
Muslimun dengan berbagai macam hal yang ada pada mereka berupa
perpecahan, membelot, tidak taat dan tidak mendengar terhadap
pemerintah. Apakah kedua kelompok ini termasuk 72 golongan yang binasa
tersebut ?
Beliau -semoga Allah Ta’ala mengampuni dan meliputi
beliau dengan rahmatNya- menjawab: “Masuk dalam 72 golongan. Semua orang
yang menyelisihi aqidah Ahlis Sunnah masuk dalam 72 golongan tersebut.
Yang dimaksud dengan (Ummatku) adalah Umat Ijabah (yang menerima dakwah
Islam) dan mau mengikutinya, jumlahnya ada 73 golongan, hanya saja ada
satu golongan yang selamat karena mau mengikuti beliau dan istiqomah di
atas agamanya. 72 golongan di antara mereka ada yang kafir, pelaku
maksiat dan ahli bid’ah dengan berbagai macam coraknya”.
Penanya menimpali : “Maksudnya kedua kelompok ini masuk dalam kategori 72 golongan tersebut?”
Beliau menjawab : “Ya, keduanya masuk dalam kategori 72 golongan
tersebut, begitu juga Murji’ah dan lainnya, Murji’ah dan Khowarij.
Sebagian ulama’ memandang bahwa Khowarij termasuk golongan yang telah
keluar dari Islam, tapi masuk dalam kategori 72 golongan tersebut”.
[Transkrip Rekaman Tanya Jawab Pelajaran �
[20:52 12/08/2015] Pena
Sejuk Samudera Biru: “Syarh Al-Muntaqo” 1419 H. Dinukil dari
artikelMajmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Ta’liq
Al-Ustadz Abdul Qodir Lc, hafizhahullah tentang Fatwa Lama Syaikh Ibnu
Baz rahimahullah yang Merekomendasikan Jama’ah Tabligh:
Sebenarnya Jama’ah Tabligh tidak layak berpegang dengan fatwa Syaikh bin
Baaz, sebab -menurut JT- Syaikh bin Baaz adalah WAHHABI. Sedang WAHHABI
dalam pandangan JT adalah kaum yang menyimpang dan sesat. Lalu mengapa
mereka kesana-kemari membawa fatwa lama Syaikh Baaz yang telah terhapus
dengan adanya fatwa di atas??! Jawabnya, karena di dalam fatwa lama itu
ada dukungan bagi mereka, menurut pandangan mereka. Tuduhan sesatnya
WAHHABI alias Ahlus Sunnah Salafiyyun secara sharahah (terang-terangan)
telah dinyatakan oleh Jama’ah Tabligh, seperti Dua Penulis JT (Ustadz
Adil Akhyar dan Ustadz Muslim Al-Bukhori) dalam buku mereka yang
berjudul “Quo Vadis, Hendak Ke Mana Salafy”, cet. Pustaka Zadul Ma’ad,
Bandung. Perlu juga diketahui bahwa di dalam buku JT ini dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah adalah Asy’ariyyah dan
Maturidiyyah!! Ini tentunya salah, sebab kedua paham sesat ini baru
muncul setelah lama meninggalnya Nabi –Shollallahu alaihi wa sallam– dan
para sahabat!!! Selain itu, kedua paham ini banyak menyelisihi manhaj
Salaf dalam bab Asmaa’ wash shifat. Oleh karena itu, kami heran jika ada
yang menyatakan bahwa JT adalah Ahlus Sunnah, sementara mereka berlepas
diri dari manhaj salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Afiiquu yaa syabaabal
shohwah min naumikum… [ed]
Fatwa Muhadditsul ‘Ashr Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
Asy-Syaikh Al-Albani -rahimahullah- berkata dalam kaset yang berjudul
“Muhawarah ma’a Ahadi Atba’i Muhammad Surur”: “Tidak benar jika
dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah, karena mereka
justru memerangi Sunnah”.
[20:53 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: Link Video:
https://www.youtube.com/watch?v=d20Zb6JpAAA
Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah– juga pernah ditanya, “Apa pendapat
anda tentang Jama’ah Tabligh. Apakah boleh bagi seorang tholibul ilmi
(penuntut ilmu) atau yang lainnya keluar bersama mereka (Jama’ah
Tabligh) dengan dalih berdakwah ke jalan Allah?
Beliau menjawab,
“Jama’ah Tabligh tidak berdiri di atas manhaj Kitabullah, Sunnah
Rasul-Nya shallallahu‘alaihi wa sallam dan manhaj As- Salafus Shalih.
Jika demikian halnya, maka tidak boleh keluar berdakwah bersama mereka
karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita di dalam menyampaikan dan
mendakwahkan manhaj As- Salafus Shalih. Hanya seorang alim-lah yang
boleh keluar berdakwah di jalan Allah, adapun orang-orang yang keluar
berdakwah bersama mereka (Jama’ah Tabligh), maka kewajiban mereka adalah
tetap tinggal di negara mereka dan belajar di masjid-masjid mereka
sehingga bisa berbuah dari tangan-tangan mereka ulama yang mampu
berdakwah di jalan Allah. Jika keadaannya masih seperti itu, maka para
penuntut ilmu harus mengajak mereka untuk mempelajari Kitabullah dan
Sunnah serta mengajak manusia kepada Sunnah di negara mereka
masing-masing.
Mereka (Jama’ah Tabligh) tidak punya perhatian
untuk berdakwah kepada Kitabullah dan Sunnah sebagai prinsip umum.
Bahkan mereka menganggap dakwah seperti ini sebagai pemecah-belah.
Karenanya, mereka layaknya seperti Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimin.
Mereka berkata bahwa dakwah mereka tegak di atas Al-Kitab dan Sunnah,
tapi ini hanya sekedar pengakuan saja. Mereka itu tidak dikumpulkan oleh
suatu aqidah apapun. Orang ini beraqidah Maturidiyah, yang ini
Asy’ariyah, yang ini Sufi dan yang lainnya tidak ada madzhabnya.
Hal
ini bisa terjadi karena dakwah mereka dibangun di atas suatu prinsip:
“Mari bersatu, kemudian belajar ilmu”, sedangkan pada hakekatnya mereka
itu tidak punya ilmu pengetahuan. Telah berlalu pada mereka lebih dari
setengah abad, namun tidak ada seorang Ulama pun di antara mereka.
Adapun kami, maka kami katakan, “Belajarlah dulu, baru berkumpul”
sehingga berkumpul itu dibangun berdasarkan prinsip yang tidak ada
perselisihannya di dalamnya.
Jadi, dakwah Jama’ah Tabligh
merupakan dakwah Neo-shufiyyah (Sufi Moderen), hanya mengajak orang ke
akhlak, adapun usaha memperbaiki aqidah masyarakat, maka mereka hanya
berdiam-diri dan tidak berusaha. Karena ini (dakwah kepada aqidah yang
benar) menurut sangkaan mereka bisa memecah belah umat. Telah terjadi
surat-menyurat antara Saudara Sa’ad Al-Hushoin dengan Pemimpin Jama’ah
Tabligh di India atau Pakistan, melalui surat itu terbukti bahwa mereka
(Jama’ah Tabligh) menetapkan bolehnya tawassul (bid’ah-pent.),
istighotsah (dengan selain Allah-pent.) dan banyak lagi perkara lainnya
yang sejenis ini. Mereka menuntut para pengikutnya untuk membai’at empat
buah tarekat, seperti Tarekat Naqsyabandiyyah, maka setiap anggota
Tabligh, harus berbai’at menurut prinsip ini. Mungkin sebagian orang
berkata : [Jama’ah ini, dengan sebab usaha sebagian di antara
pengikutnya, banyak di antara manusia sadar dan mau kembali ke jalan
Allah.
Bahkan terkadang sebagian orang non-muslim masuk Islam
melalui tangan mereka. Bukankah ini cukup untuk membolehkan kita untuk
keluar dan berkecimpung bersama mereka dalam berdakwah]. Kami jawab,
Sesungguhnya ucapan ini telah kami ketahui dan sering dengar, kami
ketahui ucapan ini dari orang-orang sufi!!
Sebagai contoh, disana
ada seorang syaikh aqidahnya rusak dan tidak mengetahui sunnah sama
sekali, bahkan ia memakan harta orang lain dengan cara yang batil…,
sekalipun demikian kebanyakan orang-orang fasiq bisa bertaubat lewat
tangan syaikh tersebut…!
Setiap jama’ah yang mengajak kepada
kebaikan tentu ada pengikutnya, tapi kita perlu lihat isinya, apa yang
mereka dakwahkan? Apakah mereka mengajak orang mengikuti Kitabullah,
hadits-hadits Rasul -shallallahu alaihi wa sallam dan aqidah As-Salafus
Shalih serta tidak fanatik buta kepada madzhab tertentu, dan mengikuti
sunnah dimanapun ia berada dan bersama siapapun?! Jadi, Jama’ah Tabligh
tidaklah memiliki[20:54 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: manhaj
ilmiyyah, tapi manhaj mereka disesuaikan dengan lingkungan mereka
berada. Mereka ibaratnya seperti bunglon.” [Lihat Al- Fatawa
Al-Imaratiyah, Pertanyaan no . 73 hal . 38. Dinukil dari artikel Majmu’
Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Fatwa Faqihuz zaman Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin –rahimahullah– ditanya, “Apakah ada dalil dari
kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa sallam yang
membolehkan berbilangnya jama’ah-jama’ah Islamiyah?”
Maka beliau
menjawab, “Tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang
membolehkan berbilangnya jama’ah dan kelompok, bahkan yang ada dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang mencela hal itu, Allah Ta’ala
berfirman,
إِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا
شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ
يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap
mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah,
kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka
perbuat.”(QS. Al-An’am: 159)
Tidak diragukan lagi hal itu telah menafikkan (meniadakan) perintah Allah, bahkan apa yang Allah tekankan dalam firman-Nya:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang
satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”(QS.
Al-Mu`minun: 52)
Terlebih lagi jika kita melihat bagaimana
pengaruh dari perpecahan dan pengelompokan ini, ketika setiap kelompok
mencerca lainnya, mencaci dan men-tafsiq (menganggap fasiq), bahkan bisa
jadi bahayanya lebih dari itu. Oleh karena itu, saya memandang bahwa
berkelompok-kelompok seperti ini salah.” [Lihat Majalah al-Jundi
al-Muslim, (no. 83), Rabi’ul Awwal 1417 H. Dinukil dari artikel Majmu’
Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
[20:55 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: Fatwa Fadhilatusy Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi rahimahullah
Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi –rahimahullah- ditanya tentang khuruj-nya
Jama’ah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan
Allah?
Maka beliau berkata : “Pada kenyataannya, sungguh mereka
adalah para mubtadi’ yang memutar balikkan kebenaran serta pelaku
tarekat Qadiriyah dan tarekat lainnya. Dan khuruj mereka bukanlah di
jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (yakni Muhammad Ilyas, pendiri
Jamaah Tabligh), mereka tidak mengajak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah,
akan tetapi mengajak kepada Ilyas, Syaikh mereka di Bangladesh.
Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan
Allah, bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh
sejak lama, mereka adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di
Mesir, di Israel, di Amerika, di Saudi, dan setiap mereka selalu terikat
dengan Syaikh mereka, yaitu Ilyas.” [Lihat Fatawa wa Rosa’il Samahatis
Syaikh Abdir Razzaq ‘Afifi (1/174). Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa
Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Fatwa Al-‘Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan–hafizhahullah- ditanya: “Apa hukumnya
keberadaan kelompok-kelompok seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin,
Hizbut Tahrir dan lain-lain di negeri-negeri muslimin secara umum?”
Beliau berkata : “Jama’ah-jama’ah pendatang ini wajib untuk tidak kita
terima, karena mereka ingin menyesatkan kita dan memecah-belah kita.
Menjadikan yang ini ikut jama’ah Tabligh, yang ini ikut Ikhwanul
Muslimin, yang ini ikut itu dan seterusnya.
Kenapa berpecah
seperti ini? Ini termasuk kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala . Padahal
kita berada di atas satu jamaah dan agama kita jelas. Kenapa kita
menjadikan yang rendah sebagai ganti yang baik , padahal Allah telah
memuliakan kita dengan adanya persatuan, hubungan yang erat dan jalan
yang benar . Kenapa kita meninggalkan semua nikmat itu, kemudian
ber-intima’ kepada jama’ah-jama’ah tersebut yang akan memecah belah
kita, melemahkan kekuatan dan menimbulkan permusuhan antara kita?! Hal
ini tidak boleh selamanya”.
[20:55 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera
Biru: Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah juga pernah ditanya,
apakah jama’ah-jama’ah yang ada sekarang masuk dalam 72 golongan yang
binasa?
Maka beliau hafizhahullah berkata, “Ya, setiap muslim
yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dalam permasalahan
dakwah, atau aqidah, atau satu masalah pokok keimanan, maka dia masuk
dalam 72 golongan tersebut, dan ia terancam dengan adzab Allah (dalam
hadits iftiroq) dan ia layak mendapat celaan dan hukuman sesuai kadar
penyimpangannya.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As’ilatil Manahijil
Jadidah (hal. 36), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
Beliau
hafizhahullah juga berkata: “Maka jama’ah-jama’ah saat ini yang memiliki
penyelisihan-penyelisihan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, orang yang
menggolongkan diri ke dalam jama’ah tersebut dianggap sebagai seorang
mubtadi’.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As’ilatil Manahijil
Jadidah (hal. 28), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
Fatwa Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Ghudayan hafizhahullah
Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan hafizhahullah berkata,
“Negeri (Saudi) ini sebelumnya tidak mengenal nama jama’ah-jama’ah,
akan tetapi datang ke negeri ini orang-orang dari luar dan setiap mereka
mendirikan cabang jama’ah yang ada di negeri mereka. Maka sekarang
negeri kita terdapat kelompok yang dinamakan Ikhwanul Muslimin, Jama’ah
Tabligh dan jama’ah-jama’ah lain masih banyak. Setiap mereka memiliki
pemimpin dan mereka ingin agar manusia mengikuti jama’ahnya, serta
mengharamkan dan melarang manusia untuk mengikuti selain jama’ahnya. Dan
setiap mereka juga berkeyakinan bahwa jama’ahnya itulah yang berada di
atas al-haq, sedang jama’ah-jama’ah lain di atas kesesatan, kalau begitu
ada berapa banyak kebenaran di dunia ini?!
Padahal kebenaran itu
hanya satu, sebagaimana yang pernah aku sampaikan kepada kalian; bahwa
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang
perpecahan ummat-ummat, sedang ummat ini akan berpecah menjadi 73
golongan, semuanya di neraka kecuali satu, para Sahabat bertanya, siapa
satu golongan itu wahai Rasulullah, beliau menjawab, “Siapa saja yang
mengikuti aku dan para sahabatku”.
Setiap jama’ah tersebut
menetapkan aturan tertentu bagi angotanya, memiliki pemimpin dan
masing-masing jama’ah itu mengadakan bai’at dan menginginkan anggotanya
untuk loyal kepada jama’ahnya, maka pada akhirnya mereka memecah belah
manusia…” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha
‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari
artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Fatwa Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah
Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad –hafizhahullah– ditanya tentang Jama’ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, maka beliau berkata,
“Tentang kelompok-kelompok baru ini, pertama: awal berdirinya pada abad
ke-14 Hijriyah, sebelum abad tersebut mereka belum ada, kemudian lahir
pada abad tersebut. Sedangkan manhaj yang benar dan jalan yang lurus
yang mana Rasulullah -shallallahu‘alaihi wa sallam- dan para sahabat
berjalan di atasnya keberadaannya sudah sejak Rasulullah
-shallallahu’alaihi wa sallam- diutus. Barangsiapa yang mengikuti
kebenaran dan petunjuk ini dialah yang selamat dan sukses, barangsiapa
yang berpaling darinya maka dialah yang menyimpang.
Jama’ah-jama’ah tersebut telah dimaklumi bahwa padanya ada kebenaran dan
kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahan mereka adalah dosa besar
(kabirah) dan berbahaya (‘azhimah). Jadi, berhati-hatilah darinya dan
bersemangatlah dalam mengikuti jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan
mereka yang berada di atas manhaj as-Salafus Shalih.”
[20:56 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: Kemudian beliau berkata:
“Sebagai contoh, jama’ah Ikhwanul Muslimin, prinsip mereka; siapa yang
bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka, yang kemudian
dicintai. Adapun yang tidak bergabung maka mereka anggap berbeda dengan
mereka. Adapun anggota mereka, meskipun dia adalah seburuk-buruknya
makhluk Allah; meskipun dia seorang Syi’ah Rafidhah, maka dia tetap
dianggap sebagai saudara dan sahabat mereka. Oleh karenanya diantara
manhaj mereka adalah mengumpulkan segala jenis manusia meskipun seorang
Syi’ah Rafidhah yang membenci para Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam, yang tidak mau mengambil kebenaran yang datang dari Sahabat,
apabila ia bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka dan
dianggap sebagai anggota mereka, memiliki hak dan kewajiban yang sama.”
[Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil
Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’
Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Fatwa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan hafizhahullah berkata,
“Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh bukanlah termasuk pengikut manhaj
yang benar, karena sesungguhnya setiap jama’ah yang menyimpang dan
penamaan-penamaan mereka tidak ada asalnya dari Salaf ummat ini. Adapun
jama’ah pertama yang muncul dengan membawa nama baru adalah Jama’ah
Syi’ah, mereka menamakan diri dengan Syi’ah, sedang kelompok sesat
Khawarij (meski yang pertama muncul sebelum Syi’ah) namun mereka tidak
menamakan apapun untuk kelompok mereka, kecuali dengan nama orang-orang
yang beriman.” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa
Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh.
Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Fatwa Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah
Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya pendirian satu kelompok dalam Islam yang menyelisihi
ajaran Islam baik secara global maupun parsial tidak dibenarkan, dan
konsekuensinya adalah tidak boleh pula bergabung dengannya, maka
hendaklah kita menjauhi semua kelompok itu.” [Lihat Hukmul Intima’, hal.
153][20:56 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: Fatwa Ma’alisy Syaikh
Al-Faqih Shalih Alusy Syaikh hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih
Alusy Syaikh hafizhahullah berkata: “Adapun jama’ah Ikhwanul Muslimin,
sesungguhnya diantara metode dakwah yang mereka tempuh adalah berkumpul,
gerakan rahasia, tidak konsisten pada satu prinsip, pendekatan kepada
seorang yang mereka pandang bisa memberikan manfaat, tidak menampakkan
hakikat mereka yang sebenarnya, yakni: mereka sebenarnya sama dengan
salah satu bentuk gerakan bathiniyyah.
Hakikat mereka (di negeri
Saudi) sengaja ditutupi, bahkan diantara mereka ada yang bergaul dengan
sebagian ulama dan masyayikh (syaikh) dalam waktu yang cukup lama. Namun
Syaikh tersebut tidak pernah mengetahui hakikat mereka, karena yang
mereka katakan berbeda dengan yang mereka sembunyikan. Mereka tidak
pernah menampakkan kepada para ulama tentang semua ajaran mereka.
Juga diantara penyimpangan mereka dan termasuk pokok ajaran mereka
adalah menutup akal para pengikut gerakan mereka dari mendengarkan
pendapat yang menyelisihi manhaj mereka, dengan menggunakan metode yang
beraneka ragam, diantaranya:
• Menyibukkan para pemuda dengan
kegiatan-kegiatan organisasi sejak pagi hingga malam hari, sehingga
mereka tidak sempat lagi mendengarkan pendapat lain
• Mentahdzir
orang-orang yang mengkritik mereka. Jika ada seseorang yang mengetahui
penyimpangan manhaj dan ajaran mereka kemudian mengkritik mereka demi
memperingatkan para pemuda agar tidak terjerat pada hizbiyah, maka
mereka akan mentahdzir dari orang tersebut dengan berbagai macam cara,
terkadang dengan mencelanya, terkadang dengan berdusta atasnya,
terkadang dengan tuduhan dusta dan mereka tahu bahwa itu dusta, dan
terkadang dengan mencari-cari kesalahannya kemudian membesar-besarkan
kesalahan tersebut. Semua itu mereka tempuh demi untuk menghalangi
manusia dari mengikuti al-haq dan hidayah. Maka dalam hal ini mereka
serupa dengan kaum musyrikin, yakni salah satu perangai kaum musyrikin
ketika mereka meneriaki Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam – di
tengah-tengah keramaian bahwa beliau adalah orang yang berpindah agama
dan menuduh beliau dengan berbagai macam kedustaan agar dapat
menghalangi manusia dari mengikuti Rasulullah – shallallahu’alaihi wa
sallam – .
• Demikian pula termasuk penyimpangan Ikhwanul
Muslimin adalah , mereka tidak mengagungkan As-Sunnah dan tidak pula
mencintai Ahlus Sunnah, meskipun secara umum mereka tidak menampakkan
hal tersebut. Akan tetapi hakikat mereka, tidaklah mencintai Sunnah dan
tidak mendoakan Ahlus Sunnah.
Kami telah menyaksikan sendiri
kenyataan itu pada sebagian orang yang ber-intima’ kepada mereka atau
bergaul dengan mereka, maka engkau dapati jika ada seseorang telah mulai
tertarik untuk membaca kitab-kitab as-Sunnah, seperti Shahih al-Bukhari
atau menghadiri majelis sebagian masyaikh untuk mempelajari kitab-kitab
as-Sunnah, maka mereka akan memperingatkan orang tersebut dan
mengatakan kepadanya bahwa mendalami kitab-kitab As-Sunnah dan
menghadiri majelis para ulama tidak ada manfaatnya buatmu, “Apa
manfaatnya Shahih al-Bukhari kepadamu? Apa manfaatnya hadits-hadits ini?
Lihatlah ulama-ulama itu, bagaimana keadaan mereka? Apa manfaat mereka
bagi kaum muslimin? Padahal kaum muslimin dalam keadaan seperti sekarang
ini, begini dan begitu”.
Intinya mereka tidak menginginkan
pengajaran sunnah ada diantara mereka, tidak pula mencintai Ahlus
Sunnah, apalagi perkara yang lebih mendasar dari pada itu, yaitu perkara
aqidah secara menyeluruh.”
Kemudian setelah itu Asy-Syaikh Al-Faqih Shalih Alus Syaikh hafizhahullah memperingatkan, juga diantara penyimpangan mereka:
• Berusaha mencapai puncak kekuasaan di segala bidang agar bisa
menempatkan anggota-anggotanya pada posisi-posisi penting dalam setiap
bidang.
• Al-Wala’ dan al-Bara’ di kalangan mereka adalah karena kelompok, bukan lagi karena Islam.
• Tujuan dakwah dan manhaj mereka untuk mencapai kekuasaan, kurang sekali perhatian kepada dakwah tauhid dan sunnah
• Berbicara tentang aib-aib penguasa demi menggalang dukungan.
• Menghindari pembicaraan tentang per
[20:58 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: ingatan dan nasihat atas
kesalahan-kesalahan manusia karena khawatir tidak memperoleh dukungan.
Kemudian beliau menutup dengan menyebutkan nasib seorang yang mungkin
telah bergabung bersama mereka bertahun-tahun lamanya, beliau berkata,
“Sesungguhnya Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengabarkan
bahwa pertanyaan kubur itu ada tiga; seorang akan ditanya tentang
Rabb-nya, agamanya dan Nabinya -shallallahu’alaihi wa sallam-. Ada
seorang yang telah bergabung bersama kelompok Ikhwanul Muslimin dalam
waktu yang cukup lama, namun dia tidak memahami apa yang bisa
menyelamatkannya jika dia telah dimasukkan ke dalam kubur .
Kalau
begitu, apakah mereka telah menasihatinya? Apakah mereka menginginkan
kebaikan untuknya? Tidak, mereka hanyalah memanfaatkannya untuk mencapai
tujuan mereka. Andaikan mereka benar-benar mencintai kaum muslimin
tentunya mereka bersungguh-sungguh dalam menasihati kamu muslimin agar
selamat dari adzab Allah, yaitu dengan mengajarkan tauhid, sebab tauhid
adalah perkara pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya di
akhirat.” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha
‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari
artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir, Lc hafizhahulllah:
Jika anda ingin puas membaca celaan dan ghibah Ikhwanul Muslimin
terhadap Pemerintah Muslim, lihat saja majalah mereka. Misalnya -di
Indonesia- mereka punya majalah bernama Sabili. Majalah ghibah ini turut
disebarkan oleh orang-orang Wahdah Islamiyah, walaupun isinya berupa
celaan dan ghibah kepada Pemerintah Indonesia yang muslim. Dimanakah
dalil-dalil tentang haramnya ghibah mereka simpan. Apakah mereka sengaja
melupakannya, atau pura-pura lupa?! Terserah jawabannya, yang jelas
waqi’ mereka di Makassar, selalu kerjasama dengan IM. Tasyaabahat
quluubuhum… [ed]
Oleh karena itu, tak ada amar ma’ruf-nahi munkar
(secara hakiki) dalam tubuh Ikhwanul Muslimin, sebagaimana halnya
kondisi hizbiyyun lainnya, sebab mereka takut mad’u-nya (audiensnya)
akan lari dari mereka, menurut sangkaannya. Padahal dakwah bukanlah
memperbanyak pengikut. Tapi dakwah itu adalah tabligh al-bayan
(menyampaikan penjelasan) tentang al-haq. [ed]
[20:58 12/08/2015] Pena Sejuk Samudera Biru: Fatwa Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia
Pertanyaan:“Aku telah membaca dari para Masyaikh sekalian beberapa
fatwa, dimana Anda mendorong para penuntut ilmu untuk keluar bersama
Jama’ah Tabligh, dan -alhamdulillah- kami telah keluar bersama mereka
dan kami telah mendapatkan manfaat yang banyak, akan tetapi wahai
Syaikhku yang mulia, aku telah menyaksikan sebagian amalan jama’ah ini
yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:
1. Membuat kumpulan
dalam masjid, dua orang atau lebih, kemudian membaca 10 surat terakhir
dari al-Qur’an, dan senantiasa melakukan amalan ini setiap kami khuruj
2. I’tikaf pada setiap hari kamis secara terus-menerus
3. Penetapan waktu untuk khuruj, yaitu 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, 4 bulan sekali seumur hidup
4. Doa bersama, yang dilakukan secara terus-menerus setiap kali selesai bayan
Maka bagaimana wahai Syaikhku yang mulia, jika aku khuruj (keluar
berdakwah) bersama Jama’ah Tabligh dan berinteraksi dengan amalan-amalan
yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
-shallallahu’alaihi wa sallam- ini? Perlu diketahui wahai Syaikhku yang
mulia, sangat sulit mengubah manhaj ini, sebab hal ini telah menjadi
metode dakwah mereka. Lantaran itu, kami harapkan penjelasan masalah
ini?”
Jawaban: “Apa yang engkau sampaikan tentang amalan-amalan
jama’ah ini semuanya adalah bid’ah, maka tidak boleh bergabung dengan
mereka sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj al-Qur’an dan
as-Sunnah dan meninggalkan kebid’ahan, baik pada perkataan, perbuatan
dan keyakinan. Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina
Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam”.
Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan,
Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta no. 17776]
Pertanyaan: “Apa hukumnya berbilangnya jama’ah yang ada saat ini,
apabila aku berpegang dan cenderung dengan salah satu pemikiran jama’ah
Islamiyah. Bolehkah aku mengkuti metode ini, meskipun kedua orang tuaku
menentangku, dan bahkan bersumpah tidak akan meridhoiku selamanya, jika
aku mengikuti metode jama’ah ini, maka bagaimanakah solusinya?”
Jawaban: “Hendaklah engkau mengikuti manhaj (metode) Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, yang mana Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah membimbing
kita untuk mengikutinya ketika munculnya kelompok-kelompok sesat. Nabi
-shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
وستفترق هذه الأمة على
ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة . قالوا : وما هي يا رسول الله ؟
قال : من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي
“Ummatku akan
berpecah menjadi 73 golongan; semuanya di neraka, kecuali satu. Para
Sahabat bertanya , “Apa satu golongan itu wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Orang yang mengikuti jalanku dan para Sahabatku pada hari
ini”. [HR. At-Tirmidzi (no. 2641)]
[20:59 12/08/2015] Pena Sejuk
Samudera Biru: Hendaklah engkau mengikuti jama’ah yang bermanhaj Ahlus
Sunnah wal Jama’ah . Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina
Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.
Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Anggota: Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin
Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy
Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta no. 16063]
(Artikel ini dialihtuliskan untuk umum dari artikel khusus kami di
www.almakassari.com dengan editor: Al-Ustadz Abu Faizah Abdul Qodir, Lc, hafizhahullah wa jazaahu khairon)