Selasa, 14 Juli 2015

Bimbingan Sunnah Tentang I’tikaf

Bismillaah...
Merupakan sebuah sunnah yang telah banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin ketika bulan Ramadhan adalah I’tikaf. Setiap kaum muslimin tentu berharap agar Ramadhan yang dia laksanakan bernilai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, terutama ketika 10 terakhir Ramadhan yang di dalamnya terdapat Lailatul Qadr malam yang di dalamnya dilipatgandakan amalan seorang hamba lebih baik daripada 1000 bulan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya telah memberikan contoh kepada umatnya untuk meningkatkan amaliah ibadah ketika memasuki 10 Terakhir Ramadhan tersebut, dan berusaha untuk mencari malam Lailatul Qadr dengan mengerahkan upaya maksimal, sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Dahulu Rasulullah ketika memasuki 10 Terakhir dari bulan Ramadhan, belia mengencangkan tali sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya” (HR Al Bukhari no.1884)
Di antara yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada 10 Terakhir Ramadhan adalah I’tikaf di masjid.
Maka berikut ini beberapa hukum ringkas yang terkait dengan permasalahan I’tikaf:
Pengertian I’tikaf
I’tikaf secara bahasa adalah terus-menerus dalam mengerjakan sesuatu atau menahan diri dari sesuatu. Adapun pengertian I’tikaf secara syar’i adalah tinggal di masjid oleh orang tertentu, dengan sifat tertentu dalam rangka konsentrasi beribadah kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala.
Hukum I’tikaf
I’tikaf merupakan ibadah sunnah yang disyari’atkan sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Al-Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’. Dalil dari Al-Qur’an, firman AllahSubhanahu wa Ta’ala :
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan janganlah kalian mencampuri mereka itu (istri-istri kalian), sedang kalian beri’tikaf”.(Al Baqarah: 187)
Dalil dari As Sunnah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Bahwasanya Rasulullah dahulu beri’tikaf ketika 10 Terakhir Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian beri’tikaflah istri-istri beliau setelah itu”.(Muttafaqun’alaih)
Serta para ulama’ bersepakat tentang sunnahnya perkara ini.
Tempat I’tikaf
Sebagian ‘ulama berpendapat bahwa i’tikaf hanya bisa dilakukan pada 3 masjid saja, yaitu Al-Masjidil Haram di Makkah, Masjid An-Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsha di Palestina.
Jumhur ‘ulama berpendapat bahwa seluruh masjid bisa digunakan untuk beri’tikaf sebagaimana keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan janganlah kalian mencampuri mereka itu (istri-istri kalian), sedang kalian beri’tikaf”(Al Baqarah: 187)
Karena pada ayat di atas sasarannya adalah seluruh kaum muslimin, tidak terbatas pada masjid tertentu. Kaum muslimin kebanyakan tinggal di luar 3 masjid tersebut.
Wallaahu a'lam.
Bimbingan Sunnah Tentang I’tikaf | Manhajul Anbiya -http://www.manhajul-anbiya.net/bimbingan-sunnah-tentang-it…/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar