Jumat, 09 Oktober 2015

BAGAIMANA SUPAYA BISA RIDHA



yarat ridha ialah hendaknya hamba yang bersangkutan tidak menolak ketetapan taqdir dan tidak pula bersikap berang terhadapnya. Oleh sebab itulah, pengertian ridha sama sekali tidak bertentangan dengan keberadaan rasa pedih dan kebencian jiwa terhadap hal-hal tidak disukai yang menimpa diri.
Seorang pasien misalnya, dia ridha minum obat, meskipun obat itu pahit dan dia merasa menderita karena rasanya yang pahit. Dia tetap ridha dengan obat itu lagi merasa tentram dengan mengkonsumsinya dan mau menerimanya walaupun dalam waktu yang sama dia merasakan pahitnya obat tersebut.
Orang yang puasa ridha dengan puasanya dan merasa senang dengannya meskipun dia merasakan pedihnya lapar. Apakah karena rasa pedih yang dialaminya sebab lapar, lalu hamba yang bersangkutan dikatakan bahwa dia tidak ridha dengan puasanya? Tidak, bahkan dia ridha dengan puasanya meskipun merasa lapar.
Seorang mujahid ikhlas dengan perjuangannya di jalan Allah dan dia ridha saat berangkat ke medan jihad. Dia maju ke medan jihad dengan suka rela meskipun harus mengalami penderitaan, kelelahan, penuh dengan debu, mengantuk, bahkan terkena luka.
Apabila seorang hamba telah menjalani kedudukan ini, niscaya dia akan menjadi yang ridha, karena Allah Maha Mengetahui apa yang bermashlahat bagi hamba-Nya ketimbang hamba itu sendiri, dan kita harus meyakini bahwa apa yang dipilihkan oleh Allah buat kita itulah yang utama dan paling baik.
Sebenarnya untuk meraih ridha, jalannya tidak berbelit-belit. Dikatakan demikian karena kita tinggal beriman bahwa apa yang dipilihkan dan ditakdirkan oleh Allah buat kita adalah sesuatu yang terbaik buat kita, meskipun hal itu berupa kematian anak, terkena penyakit, atau dipecat dari pekerjaan, dan sebagainya.
Akan tetapi, adakalanya kita tidak mengetahui mengapa hal itu lebih baik buat kita? Kita tidak mengetahui seandainya diberikan kepada kita apa yang kita minta nanti, maka tidak akan membawa mashlahat bagi kita? Kita dalam keadaan fakir tidak mengetahui seandainya kita menjadi kaya, maka kekayaan itu tidak membawa mashlahat bagi kita? Demikianlah seterusnya.
Apabila seorang hamba mengakui ketidaktahuannya dan beriman kepada pengetahuan Tuhannya, bahwa apa yang lebih baik dan lebih utama daripada pilihan dia buat dirinya sendiri, tentulah kita semua kalau demikian akan sampai pada ridha. WALLAAHU A'LAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar